Salut dan hormat yang setinggi-tingginya buat Pak Joko Tryono, guru kesenian saya sewaktu masa SMU atas prestasi dan karya inovatifnya berupa virtual gamelan. Seingat saya, cara mengajarnya yang sabar, gigih memotivasi dan nyentrik, tidak akan mudah dilupakan setiap murid yang pernah dibimbingnya. Sekadar bernostalgia, saya sangat terkesan dengan cara beliau mengajar. Bayangkan, hanya dalam satu kali pertemuan, kami para muridnya bisa melantuntan lagu “perahu layar” dengan diiringi alunan gamelan lengkap. Lebih dari semua adalah keriangan beliau yang tak berkurang sedikitpun sewaktu mengajar meski tiap hari harus mengayuh sepeda “onthel” menuju sekolah yang dikelilingi areal persawahan….
Saya tunggu kabar gembira lainnya atas inovasi dan kreasi yang dihasilkan. Bravo buat Pak Joko Triyono..!
Berikut saya postingkan artikel yang memuat sosok pak Joko Triyono diharian KOMPAS.
#
Esensi nilai suatu permainan sejatinya tak perlu hilang, tetapi medianya bisa berubah. Prinsip itulah yang menjadi dasar pijakan bagi Joko Triyono dalam menciptakan program virtual gamelan di komputer yang menjadi media pembelajaran kesenian di SMA Negeri Prembun, Kebumen, Jawa Tengah. ”Medianya yang berubah, dari alat gamelan asli ke komputer,” ucapnya.
Virtual gamelan buatan Joko, guru kesenian di SMA Negeri Prembun itu, menarik. Permainan gamelan yang biasanya menggunakan alat musik gamelan yang berbentuk besar dan membutuhkan ruangan luas dia pindahkan ke program Flash Macromedia berukuran 3,5 megabyte.
Alat yang dibutuhkan cukup laptop atau komputer kerja dan tempat untuk memainkannya pun bisa menggunakan meja belajar.
Program virtual gamelan itu bisa dibawa ke mana saja dengan menyimpannya dalam kartu memori, seperti di USB flash disc yang besarnya cuma seruas jari. Orang tak perlu repot membawa seperangkat gamelan untuk memainkan karawitan.
Menurut Joko, program itu menolong siswa untuk mengembangkan minat dan kemampuan mereka membangun kerja sama. Terlebih, program virtual gamelan itu berbasis komputer yang digandrungi para remaja. Utamanya untuk permainan virtual, seperti game online yang sudah menjamur sampai ke desa.
Kegandrungan remaja pada permainan virtual telah mengubah perilaku mereka menjadi lebih individual. Kaum muda menjadi kurang diasah kemampuan bermain atau kerja sama dalam kelompok.
Namun, dengan virtual gamelan kaum muda tetap bisa mengikuti permainan berbasis komputer yang lebih mengandalkan keterampilan jari. Bersamaan dengan itu, mereka pun belajar bekerja sama dengan teman satu kelompok karena harmonisasi musik dalam karawitan hanya bisa tercipta lewat kerja sama kelompok.
Sejak 2006
Sebetulnya Joko sudah memperkenalkan virtual gamelan sejak tahun 2006. Ciptaannya itu berhasil menggondol medali perak dan perunggu untuk karya cipta guru yang diselenggarakan Departemen Pendidikan.
Namun, karena Joko tak memublikasikan ciptaannya secara luas, karyanya itu kurang dikenal. Sejak 2007 sampai kini ia bersama siswanya baru tiga kali tampil memainkan orkestra karawitan virtual gamelan. Itu pun hanya di Semarang.
Alasannya, pihak sekolah ingin agar program musik tradisional versi digital itu dapat digunakan semaksimal mungkin untuk pengembangan bakat siswa.Alasan lain, kata Joko, ia belum memperoleh perangkat lunak dengan harga terjangkau untuk melindungi ciptaannya dari pembajakan.
Pernah seorang kolega menawarkan perangkat lunak itu, tetapi harganya mencapai Rp 3 juta. ”Saya belum mampu kalau sampai Rp 3 juta. Nanti saja, menunggu kalau ada yang lebih murah,” katanya .
Ketertarikan Joko menciptakan virtual gamelan berawal dari rasa prihatin terhadap kendala klise pengadaan perangkat gamelan di sekolah yang selalu terbentur pada keterbatasan dana pendidikan.
”Padahal, kita tahu, gamelan merupakan bagian dari kurikulum. Namun, murid tak bisa memainkannya karena tak ada alatnya,” tuturnya.
Dalam tiga bulan
Joko dan istrinya, Sri Jatmawati, pada awal 2006 mencoba merekam semua alat musik karawitan dalam versi digital. Peralatan gamelan yang digunakan merekam dia pinjam dari sekolah dasar di dekat rumahnya di Desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kebumen, Jateng.
Perekaman suara dilakukan satu per satu. Joko dan istrinya serius melakukan pekerjaan ”besar ” ini. Perekaman suara instrumen alat musik karawitan itu bisa selesai dalam tiga bulan.
Keterampilan Joko di bidang multimedia mendukung misinya merekam semua alat musik karawitan ke dalam versi digital hingga menghasilkan virtual gamelan dalam program Flash Macromedia.
”Saya memang suka utak-atik program komputer. Terlebih karena multimedia memberikan ruang cukup luas untuk kegiatan apa saja,” katanya .
Dalam penyusunan program tersebut, Joko melalui dua tahap. Program itu disusun atas beberapa materi, yakni perbandingan musik, partitur pelog dan slendro, permainan gamelan yang dinamai orkestra, serta kuis gamelan yang dinamai game. Ukuran program yang terbuat pun mencapai 8 megabyte.
Karya pertama dia itulah yang diajukan dalam lomba karya cipta guru Depdiknas pada pertengahan 2006 dan meraih medali perunggu.
Namun, karena mulai banyak kalangan yang tertarik dengan ciptaannya, Joko kemudian menyederhanakannya menjadi sebuah program musik tradisional karawitan dengan hanya memuat materi orkestra dan game. Program virtual gamelan buatannya itu hanya berukuran 3,5 megabyte atau sekitar separuh lebih kecil dari program buatan Joko yang pertama.
”Penyederhanaan ini juga saya lakukan supaya materi yang ditampilkan tidak terlalu rumit. Yang terpenting, anak-anak tetap bisa bermain gamelan dan mengenal gamelan lewat game,” ujarnya.
Kolintang dan angklung
Joko juga tengah ditugaskan Depdiknas untuk mempelajari dan mentransfer permainan musik tradisional kolintang dan angklung ke dalam programmultimedia. Sementara itu, hampir setiap minggu dia juga sibuk memberikan ceramah pada sejumlah seminar di Yogyakarta dan beberapa kabupaten di Jateng terkait pembelajaran lewat multimedia.
Selain mengembangkan permainan alat musik tradisional, ia juga aktif mengembangkan beberapa materi pembelajaran dalam program multimedia. Joko sudah menciptakan lima program pembelajaran multimedia untuk pelajaran Biologi, Sosiologi, Geografi, tata surya, dan proses letusan gunung berapi.
Semua program itu menampilkan visualisasi dari setiap materi pelajaran yang selama ini hanya bisa diperoleh lewat bacaan. ”Banyak hal abstrak dari setiap materi pelajaran yang perlu divisualisasikan sehingga siswa tak salah tafsir,” katanya.
Meski semua hasil karyanya sudah dipatenkan, lagi-lagi karena keterbatasan dana untuk membeli perangkat lunak guna melindungi ciptaannya dari pembajakan, Joko belum bersedia memublikasikan karyanya kepada masyarakat luas.
”Sementara ini biar program ciptaan saya itu dipakai untuk anak didik saya saja,” ucapnya .
Joko berharap kendala yang dihadapinya itu menjadi perhatian Pemprov Jateng. Ini agar pendidikan di Jateng tidak lagi mengalami kekurangan prasarana.
Sumber; KOMPAS, Sabtu, 21 Maret 2009
Murid yang baik... masih ingat dengan gurunya...
Ini baru sebuah inovasi. Mantabs! :)
Mantabs! Ini baru yg namanya inovasi. Lanjutkan!
www.virtualgamelan.com